Senin, 28 Mei 2012

pemberian obat suppositoria


BAB 2
PEMBAHASAN

2.1. Pemberian obat vagina
Pemberian obat yang dilakukan dengan memasukan obat melalui vagina bertujuan untuk mendapatkan efek terapi obat dan mengobati saluran vagina atau serviks. Obat ini tersedia dalam bentuk krim dan supositoria yang digunakan untuk mengobati infeksi lokal. 
Pertimbangan pendelegasian: ketampilan pemberian obat vagina tdak dapat didelegasikan. Perawat dapat meminta asisten perawat untuk melaporkan sekret vagina yang baru atau peningkatan sekret vagina atau perdarahan dan terjadinya efek samping potensial dari obat.
Peralatan: krim vagina, busa, jeli, supositoria, atau cairan irigasi dengan aplikator (jika perlu); sarung tangan bersih; handuk atau waslap; alas perineal, kain katup, jeli pelumas yang lrut dalam air; MAR.
1.      Cocokan akurasi dan kelengkapan di tiap MAR dengan resep obat asli dokter. Periksa kembali nama klien dan nama obat, dosis, jalur dan waktu pemberian obat.
2.      Siapkan obat. Bandingkan label obat dengan MAR setidaknya dua kali sebelum pemberian obat.
3.      Berikan pada klien tepat waktu dan selalu cuci tangan.
4.      Kenali klien dengan menggunakan setidaknya dua tanda identifikasi klien. Bandingkan nama klien dan tanda identifikasi yang lain (contoh: nomor registrasi rumah sakit) pada gelang identifikasi dengan MAR. Minta klien menyebutkan namanya sebagai identifikasi terakhir.
5.      Bandingkan label dengan MAR sekali lagi disamping tempat tidur klien.



6.      Jelaskan mengenai prosedur yang berkenaan dengan posisi dan sensasi yang mungkin terjadi, seperti rasa lembab atau basah pada area vagina. Kaji kemampuan klien untuk menempatkan aplikator atau supositoria dengan memposisikan diri sendiri. Pastikan klien mengerti prosedur ini jika melakukannya sendiri.
7.      Tutup pintu ruangan atau tarik korden agar didapatkan privasi.
8.      Gunakan sarung tangan bersih.
9.       Pastikan pencahayaan cukup untuk melihat lubang vagina. Pastikan kondisi genitalia eksterna dan lubang vagina, perhatikan jika ada sekret. Bersihkan area tersebut dengan waslap jika perlu.
10.  Bantu klien dalam posisi berbaring.
11.  Jaga agar bagian abdomen dan ekstermitas bawah tetap tertutup kain.
12.  Berikan supositoria vagina:
a.       Lepaskan supositoria dari bungkusan aluminium dan oleskan jeli pelicin yang larut dalam air pada bagian yang halus dan bulat. Gunakan juga pelumas pada jari telunjuk tangan yang dominan yang sudah menggunakan sarung tangan.
b.      Dengan tangan non –dominan, lihat ubang vagina dengan cara mambuka dengan lembut lipatan labia mayora.
c.       Dengan tangan dominan, masukkan dengan lembut bagian ujung bulat supositoria sepanjang dinding posterior vagina. Panjang keseluruhan jari (7,5-10 cm atau 3-4 inci) untk memastikan distrbusi obat sepanjang dinding vagina telah merata.
13.  Menggunaakan krim atau busa:
a.       Isi aplikator krim atau busa sesuai petunjuk yang ada dikemasan obat.
b.      Dengan tangan non-dominan yang telah memakai sarung tangan , lihat lubang vagina dengan cara membuka lipataan labia mayora dengan lembut.
c.       Dengan tangan yang dominan, masukan aplikator kira-kira 5-7,5 cm (2-3 inci). Dorong aplikator untuk memasukan obat kedalam vagina sehingga distribusi obat merata.


d.      Keluarkan aplikator, dan letakan pada kertas handuk. Berssihkan sisa krim dari labia mayora atau lubang vagina.
14.  Rapikan semua peralatan, lepaskan sarung tangan, dan cucilah tangan.
15.  Perintahkan klien untuk tetap terlentang minimal 10 menit untuk membiarkan obat didistribusikan dan diserap dengan merata diseluruh dinding vagina dan tidak keluar dari pintu lubang vagina.
16.  Catat pemberian obat pada MAR.
17.  Jika menggunakan aplikator, dengan menggunakan sarung tangan, cucilah dengan air sbun dan air hangat, bilas dan simpan untuk penggunaan berikutnya.
18.  Tawarkan klien apa ia memerlukan pembalut perineal.
19.  Evaluasi respons klien terhadap pengobatan, dan periksa timbulnya sekret pada lubang vagina dan kondisi genitalia eksternal.
2.2. Pemberian obat melalui anus/rektum
Pemberian obat melalui anus/rektum dilakukan dengan cara memasukkan obat melalui anus atau rektum, bertujuan memberi efek lokal dan sistemik. Tindakan seperti ini disebut pemberian obat suppositoria yang bertujuan mendpatkan efek terapi obat, menjadikan lunak pada derah feses, dan merangsang buang air besar.
Contoh pemberian obat yang memilki efek lokal adalah obat dulcolac suppositoria yang berfungsi secara lokal untuk meningkatkan defekasi dan contoh efek sistemik adalah obat aminofilin supositoria yang barfungsi mendilatasi bronkhus. Pemberian obat supositoria ini diberikan tepat pada dinding rektal yang melewati sfingter ani interna. Kontra indikasi terjadi pada pasien yang mengalami pembedahan rektal.





Alat dan bahan:
1.      Obat supositoria dalam tempatnya.
2.      Sarung tangan.
3.      Kain kasa.
4.      Vaselin/pelicin/pelumas
5.      Kertas tisu.
Prosedur kerja:
1.      Cuci tangan
2.      Jelaskan prosedur yang akan digunakan.
3.      Gunakan sarung tangan.
4.      Buka pembungkus obat dan pegang dengan kain kasa.
5.      Oleskan pelicin pada ujung obat suppositoria.
6.      Renggangkan glutea dengan tangan kiri, kemudian supositoria dengan perlahan melalui anus, sfingter anal interna, dan mengenai dinding rektal kurang lebih 10 cm pada orabg dewasa dan 5 cm pada bayi atau anak.
7.      Setelah selesai tarik jari tangan dan bersihkan daerah sekitar anal dengan tisu.
8.      Anjurkan pasien untuk tetap berbaring terlentang atau miring selama kurang lebih 5 menit.
9.      Lepaskan srung tangan kedalam bengkok.
10.  Cuci tangan.
11.  Catat obat, jumlah/dosis, dan cara pemberian.








2.3. Peran perawat dalam pemberian obat
Karena obat dapat menyembuhkan atau merugikan pasien, maka pemberian obat menjadi salah satu tugas perawat yang paling penting. Perawat adalah mata rantai terakhir dalam proses pemberian obat kepada pasien. Perawat yang bertanggung jawab bahwa obat itu diberikan dan memastikan bahwa obat itu benar diminum.
Bila ada obat yang diberikan kepada pasien, hal itu harus menjadi bagian integral dari rencana keperawatan. Perawat yang paling tahu tentang kebutuhan dan respon pasien terhadap pengobatan. Misalnya, pasien yang sukar menelan, muntah atau tidak dapat minum obat tertentu (dalam bentuk kapsul). Faktor gangguan visual, pendengaran, intelektual atau motorik, yang mungkin menyebabkan pasien sukar makan obat, harus dipertimbangkan. Rencana perawatan harus mencangkup rencana pemberian obat, bergantung pada hasil pengkajian, pengetahuan tentang kerja dan interaksi obat, efek samping, lama kerja, dan program dokter.
a)      Benar pasien.
Sebelum obat diberikan, identitas pasien harus diperiksa (papan identitas di tempat tidur, gelang identitas) atau ditanyakan langsung kepada pasien atau keluarganya. Jika pasien tidak sanggup berespon secara verbal, respon non verbal dapat dipakai, misalnya pasien mengangguk. Jika pasien tidak sanggup mengidentifikasi diri akibat gangguan mental atau kesadaran, harus dicari cara identifikasi yang lain seperti menanyakan langsung kepada keluarganya. Bayi harus selalu diidentifikasi dari gelang identitasnya.






b)      Benar obat.
Obat memiliki nama dagang dan nama generik. Setiap obat dengan nama dagang yang kita asing (baru kita dengar namanya) harus diperiksa nama generiknya, bila perlu hubungi apoteker untuk menanyakan nama generiknya atau kandungan obat. Sebelum memberi obat kepada pasien, label pada botol atau kemasannya harus diperiksa tiga kali. Pertama saat membaca permintaan obat dan botolnya diambil dari rak obat, kedua label botol dibandingkan dengan obat yang diminta, ketiga saat dikembalikan ke rak obat.
 Jika labelnya tidak terbaca, isinya tidak boleh dipakai dan harus dikembalikan ke bagian farmasi. Jika pasien meragukan obatnya, perawat harus memeriksanya lagi. Saat memberi obat perawat harus ingat untuk apa obat itu diberikan. Ini membantu mengingat nama obat dan kerjanya.
c)      Benar dosis.
Sebelum memberi obat, perawat harus memeriksa dosisnya. Jika ragu, perawat harus berkonsultasi dengan dokter yang menulis resep atau apoteker sebelum dilanjutkan ke pasien. Jika pasien meragukan dosisnya perawat harus memeriksanya lagi. Ada beberapa obat baik ampul maupun tablet memiliki dosis yang berbeda tiap ampul atau tabletnya. Misalnya ondansentron 1 amp, dosisnya berapa ? Ini penting !! karena 1 amp ondansentron dosisnya ada 4 mg, ada juga 8 mg. ada antibiotik 1 vial dosisnya 1 gr, ada juga 1 vial 500 mg. jadi Anda harus tetap hati-hati dan teliti !
d)     Benar cara/ rute.
Obat dapat diberikan melalui sejumlah rute yang berbeda. Faktor yang menentukan pemberian rute terbaik ditentukan oleh keadaan umum pasien, kecepatan respon yang diinginkan, sifat kimiawi dan fisik obat, serta tempat kerja yang diinginkan. Obat dapat diberikan peroral, sublingual, parenteral, topikal, rektal, inhalasi.







e)      Benar waktu.
Ini sangat penting, khususnya bagi obat yang efektivitasnya tergantung untuk mencapai atau mempertahankan kadar darah yang memadai. Jika obat harus diminum sebelum makan, untuk memperoleh kadar yang diperlukan, harus diberi satu jam sebelum makan. Ingat dalam pemberian antibiotik yang tidak boleh diberikan bersama susu karena susu dapat mengikat sebagian besar obat itu sebelum dapat diserap. Ada obat yang harus diminum setelah makan, untuk menghindari iritasi yang berlebihan pada lambung misalnya asam mefenamat.
f)       Benar dokumentasi.
Setelah obat itu diberikan, harus didokumentasikan, dosis, rute, waktu dan oleh siapa obat itu diberikan. Bila pasien menolak meminum obatnya, atau obat itu tidak dapat diminum, harus dicatat alasannya dan dilaporkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri Populer