BAB 2
PEMBAHASAN
2.1. Pemberian obat vagina
Pemberian obat yang dilakukan dengan memasukan obat melalui vagina bertujuan
untuk mendapatkan efek terapi obat dan mengobati saluran vagina atau serviks.
Obat ini tersedia dalam bentuk krim dan supositoria yang digunakan untuk
mengobati infeksi lokal.
Pertimbangan pendelegasian: ketampilan pemberian obat vagina tdak dapat
didelegasikan. Perawat dapat meminta asisten perawat untuk melaporkan sekret
vagina yang baru atau peningkatan sekret vagina atau perdarahan dan terjadinya
efek samping potensial dari obat.
Peralatan: krim vagina, busa, jeli, supositoria, atau cairan irigasi dengan
aplikator (jika perlu); sarung tangan bersih; handuk atau waslap; alas
perineal, kain katup, jeli pelumas yang lrut dalam air; MAR.
1.
Cocokan akurasi dan kelengkapan di tiap MAR dengan resep
obat asli dokter. Periksa kembali nama klien dan nama obat, dosis, jalur dan
waktu pemberian obat.
2.
Siapkan obat. Bandingkan label obat dengan MAR setidaknya
dua kali sebelum pemberian obat.
3.
Berikan pada klien tepat waktu dan selalu cuci tangan.
4.
Kenali klien dengan menggunakan setidaknya dua tanda
identifikasi klien. Bandingkan nama klien dan tanda identifikasi yang lain
(contoh: nomor registrasi rumah sakit) pada gelang identifikasi dengan MAR.
Minta klien menyebutkan namanya sebagai identifikasi terakhir.
5.
Bandingkan label dengan MAR sekali lagi disamping tempat
tidur klien.
6.
Jelaskan mengenai prosedur yang berkenaan dengan posisi
dan sensasi yang mungkin terjadi, seperti rasa lembab atau basah pada area
vagina. Kaji kemampuan klien untuk menempatkan aplikator atau supositoria
dengan memposisikan diri sendiri. Pastikan klien mengerti prosedur ini jika
melakukannya sendiri.
7.
Tutup pintu ruangan atau tarik korden agar didapatkan
privasi.
8.
Gunakan sarung tangan bersih.
9.
Pastikan
pencahayaan cukup untuk melihat lubang vagina. Pastikan kondisi genitalia
eksterna dan lubang vagina, perhatikan jika ada sekret. Bersihkan area tersebut
dengan waslap jika perlu.
10.
Bantu klien dalam posisi berbaring.
11.
Jaga agar bagian abdomen dan ekstermitas bawah tetap
tertutup kain.
12.
Berikan supositoria vagina:
a.
Lepaskan supositoria dari bungkusan aluminium dan oleskan
jeli pelicin yang larut dalam air pada bagian yang halus dan bulat. Gunakan
juga pelumas pada jari telunjuk tangan yang dominan yang sudah menggunakan
sarung tangan.
b.
Dengan tangan non –dominan, lihat ubang vagina dengan
cara mambuka dengan lembut lipatan labia mayora.
c.
Dengan tangan dominan, masukkan dengan lembut bagian
ujung bulat supositoria sepanjang dinding posterior vagina. Panjang keseluruhan
jari (7,5-10 cm atau 3-4 inci) untk memastikan distrbusi obat sepanjang dinding
vagina telah merata.
13.
Menggunaakan krim atau busa:
a.
Isi aplikator krim atau busa sesuai petunjuk yang ada
dikemasan obat.
b.
Dengan tangan non-dominan yang telah memakai sarung
tangan , lihat lubang vagina dengan cara membuka lipataan labia mayora dengan
lembut.
c.
Dengan tangan yang dominan, masukan aplikator kira-kira
5-7,5 cm (2-3 inci). Dorong aplikator untuk memasukan obat kedalam vagina sehingga
distribusi obat merata.
d.
Keluarkan aplikator, dan letakan pada kertas handuk.
Berssihkan sisa krim dari labia mayora atau lubang vagina.
14.
Rapikan semua peralatan, lepaskan sarung tangan, dan
cucilah tangan.
15.
Perintahkan klien untuk tetap terlentang minimal 10 menit
untuk membiarkan obat didistribusikan dan diserap dengan merata diseluruh
dinding vagina dan tidak keluar dari pintu lubang vagina.
16.
Catat pemberian obat pada MAR.
17.
Jika menggunakan aplikator, dengan menggunakan sarung
tangan, cucilah dengan air sbun dan air hangat, bilas dan simpan untuk
penggunaan berikutnya.
18.
Tawarkan klien apa ia memerlukan pembalut perineal.
19.
Evaluasi respons klien terhadap pengobatan, dan periksa
timbulnya sekret pada lubang vagina dan kondisi genitalia eksternal.
2.2. Pemberian obat melalui anus/rektum
Pemberian obat melalui anus/rektum dilakukan dengan cara memasukkan obat
melalui anus atau rektum, bertujuan memberi efek lokal dan sistemik. Tindakan
seperti ini disebut pemberian obat suppositoria yang bertujuan mendpatkan efek
terapi obat, menjadikan lunak pada derah feses, dan merangsang buang air besar.
Contoh pemberian obat yang memilki efek lokal adalah obat dulcolac
suppositoria yang berfungsi secara lokal untuk meningkatkan defekasi dan contoh
efek sistemik adalah obat aminofilin supositoria yang barfungsi mendilatasi
bronkhus. Pemberian obat supositoria ini diberikan tepat pada dinding rektal
yang melewati sfingter ani interna. Kontra indikasi terjadi pada pasien yang
mengalami pembedahan rektal.
Alat dan bahan:
1.
Obat supositoria dalam tempatnya.
2.
Sarung tangan.
3.
Kain kasa.
4.
Vaselin/pelicin/pelumas
5.
Kertas tisu.
Prosedur kerja:
1.
Cuci tangan
2.
Jelaskan prosedur yang akan digunakan.
3.
Gunakan sarung tangan.
4.
Buka pembungkus obat dan pegang dengan kain kasa.
5.
Oleskan pelicin pada ujung obat suppositoria.
6.
Renggangkan glutea dengan tangan kiri, kemudian
supositoria dengan perlahan melalui anus, sfingter anal interna, dan mengenai
dinding rektal kurang lebih 10 cm pada orabg dewasa dan 5 cm pada bayi atau
anak.
7.
Setelah selesai tarik jari tangan dan bersihkan daerah
sekitar anal dengan tisu.
8.
Anjurkan pasien untuk tetap berbaring terlentang atau miring
selama kurang lebih 5 menit.
9.
Lepaskan srung tangan kedalam bengkok.
10.
Cuci tangan.
11.
Catat obat, jumlah/dosis, dan cara pemberian.
2.3. Peran perawat dalam pemberian obat
Karena obat dapat menyembuhkan atau merugikan pasien, maka pemberian obat menjadi
salah satu tugas perawat yang paling penting. Perawat adalah mata rantai
terakhir dalam proses pemberian obat kepada pasien. Perawat yang bertanggung
jawab bahwa obat itu diberikan dan memastikan bahwa obat itu benar diminum.
Bila ada obat yang diberikan kepada pasien, hal itu harus menjadi bagian
integral dari rencana keperawatan. Perawat yang paling tahu tentang kebutuhan
dan respon pasien terhadap pengobatan. Misalnya, pasien yang sukar menelan,
muntah atau tidak dapat minum obat tertentu (dalam bentuk kapsul). Faktor
gangguan visual, pendengaran, intelektual atau motorik, yang mungkin
menyebabkan pasien sukar makan obat, harus dipertimbangkan. Rencana
perawatan harus mencangkup rencana pemberian obat, bergantung pada hasil
pengkajian, pengetahuan tentang kerja dan interaksi obat, efek samping, lama
kerja, dan program dokter.
a)
Benar pasien.
Sebelum obat diberikan, identitas pasien harus
diperiksa (papan identitas di tempat tidur, gelang identitas) atau ditanyakan
langsung kepada pasien atau keluarganya. Jika pasien tidak sanggup berespon
secara verbal, respon non verbal dapat dipakai, misalnya pasien mengangguk.
Jika pasien tidak sanggup mengidentifikasi diri akibat gangguan mental atau
kesadaran, harus dicari cara identifikasi yang lain seperti menanyakan langsung
kepada keluarganya. Bayi harus selalu diidentifikasi dari gelang identitasnya.
b)
Benar obat.
Obat memiliki nama dagang dan nama generik. Setiap
obat dengan nama dagang yang kita asing (baru kita dengar namanya) harus
diperiksa nama generiknya, bila perlu hubungi apoteker untuk menanyakan nama
generiknya atau kandungan obat. Sebelum memberi obat kepada pasien, label pada
botol atau kemasannya harus diperiksa tiga kali. Pertama saat membaca
permintaan obat dan botolnya diambil dari rak obat, kedua label botol
dibandingkan dengan obat yang diminta, ketiga saat dikembalikan ke rak obat.
Jika labelnya
tidak terbaca, isinya tidak boleh dipakai dan harus dikembalikan ke bagian
farmasi. Jika pasien meragukan obatnya, perawat harus
memeriksanya lagi. Saat memberi obat perawat harus ingat untuk apa obat itu
diberikan. Ini membantu mengingat nama obat dan kerjanya.
c)
Benar dosis.
Sebelum memberi obat, perawat harus memeriksa
dosisnya. Jika ragu, perawat harus berkonsultasi dengan dokter yang menulis
resep atau apoteker sebelum dilanjutkan ke pasien. Jika pasien meragukan
dosisnya perawat harus memeriksanya lagi. Ada beberapa obat baik ampul maupun
tablet memiliki dosis yang berbeda tiap ampul atau tabletnya. Misalnya
ondansentron 1 amp, dosisnya berapa ? Ini penting !! karena 1 amp ondansentron
dosisnya ada 4 mg, ada juga 8 mg. ada antibiotik 1 vial dosisnya 1 gr, ada juga
1 vial 500 mg. jadi Anda harus tetap hati-hati dan teliti !
d)
Benar cara/ rute.
Obat dapat diberikan melalui sejumlah rute yang berbeda.
Faktor yang menentukan pemberian rute terbaik ditentukan oleh keadaan umum
pasien, kecepatan respon yang diinginkan, sifat kimiawi dan fisik obat, serta
tempat kerja yang diinginkan. Obat dapat diberikan peroral, sublingual,
parenteral, topikal, rektal, inhalasi.
e)
Benar waktu.
Ini sangat penting, khususnya bagi obat yang
efektivitasnya tergantung untuk mencapai atau mempertahankan kadar darah yang
memadai. Jika obat harus diminum sebelum makan, untuk memperoleh kadar yang
diperlukan, harus diberi satu jam sebelum makan. Ingat dalam pemberian
antibiotik yang tidak boleh diberikan bersama susu karena susu dapat mengikat
sebagian besar obat itu sebelum dapat diserap. Ada obat yang harus diminum
setelah makan, untuk menghindari iritasi yang berlebihan pada lambung misalnya
asam mefenamat.
f)
Benar dokumentasi.
Setelah obat itu diberikan, harus didokumentasikan,
dosis, rute, waktu dan oleh siapa obat itu diberikan. Bila pasien menolak
meminum obatnya, atau obat itu tidak dapat diminum, harus dicatat alasannya dan
dilaporkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar