MAKALAH
SOSIOLOGI
Lembaga Kemasyarakatan (Lembaga Sosial)
Dosen : Zia Abdul Aziz, S. Kep Ns
Disusun oleh :
Kelompok
2
|
|
Tingkat I
YAYASAN EKA HARAP PALANGKARAYA
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI DIII KEPERAWATAN
2012
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Lembaga kemasyarakatan merupakan terjemahan langsung dari istilah asing social-institution. Akan tetapi, hingga
saat ini belum ada kata sepakat mengenai istilah Indonesia yang dengan tepat
menggambarkan isi social-institution
tersebut. Ada yang menggunakan istilah pranata sosial, tetapi istilah
social-institution menunjuk pada adanya unsur-unsur yang mengatur prilaku warga
masyarakat. Misalnya Koentjaraningrat mengatakan pranata sosial adalah suatu
sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktifitas-aktifitas
untuk memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam kebutuhan masyarakat.
Definisi tersebut menekankan pada sistem kelakuan atau norma-norma untuk
memnuhi kebutuhan.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1.
Bagaimana tipe-tipe lembaga kemasyarakatan?
1.2.2.
Bagaimana cara-cara mempelajari lembaga kemasyarakatan?
1.2.3.
Bagaimana masalah conformity dan deviation berhubungan
erat dengan social control?
1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan
penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata sosiologi keperawatan yang
membahas tentang tipe-tipe lembaga
kemsyaarakatan, cara-cara mempelajari lembaga kemasyarakatan.
1.4. Manfaat Penulisan
Makalah ini dibuat dengan manfaat sebagai literatur tambahan bagi mahasiswa atau pembaca yang ingin
menambah wawasan yang mencakup lembaga kemasyarakatan (lembaga sosial).
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tipe-tipe Lembaga
Kemasyarakatan
Tipe-tipe lembaga kemasyarakatan dapat diklasifikasikan dari berbagai
sudut. Menurut Gillin dan Gillin, lembaga-lembaga kemasyarakatan tadi dapat
diklasifikasikan sebagai berikut.
1.
Crescive
institutions dan enacted institutions merupakan
klasifikasi dari sudut perkembangannya crescive
institutions yang juga disebut lembaga-lembaga paling primer merupakan
lembaga-lembaga yang secara tak sengaja tumbuh dari adat istiadat masyarakat.
Contohnya adalah hak milik, perkawinan, agama, dan seterusnya.
Enacted institutions dengan sengaja dibentuk untuk
memenuhi tujuan tertentu, misalnya lembaga utang-piutang, lembaga perdagangan, dan
lembaga-leembaga pendidikan, yang semuanya berakar pada kebiasaan-kebiasaan
dalam masyarakat. Pengalaman melaksanakan kebiasaan-kebiasaan tersebut kemudian
disistematisasi dan diatur untuk kemudian dituangkan dalam lembaga-lembaga yang
di sahkan oleh negara.
2.
Dari sudut sistem nilai-nilai yang di terima masyarakat,
timbul klasifikasi atas basic
institusions dan subsidiary
institutions. Basic institutions
dianggap sebagai lembaga kemasyarakatan yang sangat penting untuk memelihara
dan mempertahankan tata tertib dalam masyarakat. Dalam masyarakat Indonesia,
misalnya keluarga, sekolah-sekolah, negara dan lain sebagainya dianggap sebagai
basic institutions yang pokok.
Sebaliknya adalah subsidiary institutions yang dianggap
kurang penting seperti misalnya kegiatan-kegiatan untuk rekreasi. Ukuran yang
dipakai untuk menentukan suatu lembaga kemasyarakatan dianggap sebagai basic atau subsidiary berbeda di masing-masing masyarakat. Ukuran-ukuran
tersebut juga tergantung dari masa hidup masyarakat tadi berlangsung.
3.
Dari sudut penerimaan masyarakat dapat dibedakan approved
atau social sanctioned dangan unsanctioned institutions. Approved atau social
sanctioned dengan merupakan lembaga-lembaga yang diterima masyarakat seperti
misalnya sekolah, perusahaan dagang, dan lain-lain. Sebaliknya adalah
unsanctioned institutions yang ditolak oleh masyarakat, walau masyarakat
kadang-kadang tidak berhasil memberantasnya. Misalnya kelompok pemeras,
perampok, penjahat, pencoleng, dan sebagainya.
4.
Perbedaan antara general institutions dengan restricted
institutions timbul apabila klasifikasi tersebut didasarkan pada faktor
penyebarannya. Misalnya agama merupakan suatu general institutions, karena
dikenal oleh hampir semua masyarakat didunia. Sementara itu, agam Islam,
Protestan, Katolik, Budha, dan lain-lain merupakan restricted institutions
karena dianut oleh masyarakat-masyarakat tertentu di dunia ini.
5.
Berdasarkan fungsinya, terdapat perbedaan antara
operative institutions dan regulative institutions. Operative instutions
berfungsi sebagai lembaga yang menghimpun pola-pola atau tata cara yang
diperlukan untuk mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan, seperti misalnya
industrialisasi. Regulative institutions, bertujuan untuk mengawasi adat
istiadat tata kelakuan yang tidak menjadi bagian mutlak lembaga itu sendiri.
Suatu contoh adalah lembaga-lembaga hukum seperti kejaksaan, pengadilan, dan
sebagainya.
2.2. Cara-cara mampelajari lembaga
kemasyarakatan.
Telah lama para ahli berusaha untuk meneliti dengan cara atau metode-metode
yang mnurut anggapan paling efisien. Apabila cara atau metode-metode tersebut
dihimpun, maka akan dapat dijumpai tiga golongan pendekatan (approach) terhadap
masalah tersebut, yaitu sebagai berikut.
1.
Analisis secara historis
Bertujuan meneliti
sejarah timbul dan perkembangan suatu lembaga kemasyarakatan tertentu. Misalnya
diselidiki asal mula serta paekembangan demokrasi, perkawinan yang
monogami,keluarga batih, dan lain sebagainya.
2.
Analisis komparatif
Betujua menelaah
suatu lambaga kemasyarakatan tertentu dalam berbagai masyarakat berlainan
ataupun berbagai lapisan sosial masyarakat tersebut. Bentuk-bentuk milik,
praktik-praktik pendidikan kanak-kanak dan lain-lainnya , banyak ditelaah
secara komperatif. Secara analisis ini banyak sekali digunakan oleh para ahli
antropologi seperti Ruth Benedict, Margaret Meat, dan lain-lain.
3.
Analisis fungsional
Lembaga-lembaga
kemasyarakatan dapat jug diselidiki dengan jalan menganalisis hubugan antara
lembaga-lembaga tersebut dalam suatu masyarakat tertentu. Pendekatan ini, yang
lebih menekankan hubungan fungsionalnya, seringkali mempergunakan
analisis-analisis historis dan komperataif. Sesungguhnya suatu lembaga kemasyarakatan
tidak mungkin hidup sendiri terlepas dari lembaga-lembaga kemasyarakatan
lainnya.
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahawa ketiga penndekatan tersebut
bersifat saling melengkapi. Artinya dalam meneliti lembaga-lembaga
kemasyarakatan, salah satu pendekatan akan dipakai sebagai alat pokok,
sedangkan yang lain bersifat sebagai tambahan untuk melengkapi kesempurnaan
cara-cara penalitian.
2.3. Conforminty dan deviation
Masalah conformity dan deviation berhubungan erat dengan social control.
Conformity berarti proses penyesuaian diri dengan masyarakat dengan cara
mengindahkan kaidah dan nilai-nlai masyarakat. Sebaliknya, deviation adalah
penyimpangan terhadap kaidah dan nilai-nilai dalam masyarakat.
Untuk mengkaji deviation, telah banyak teori yang dikembangkan oleh para
sarjana ilmu-ilmu sosial dan sosiologi pada khususnya. Dari sekian banyak
teori, hanya akan dikemukakan suatu teori yang dikembangkan oleh Robert K.
Merton. Sosiolog ini meninjau penyimpangan (deviasi) dari sudut struktur sosial
dan budaya. Menurut Merton, diantara segenap unsur sosial dan budaya, terdapat
dua unsur terpenting, yaitu kerangka aspirasi dan unsur-unsur yang mengatur
segala kegiatan untuk mencapai aspirasi tersebut.
Dengan kata lain, ada nilai-nilai sosial
budaya yang merupakan rangkaian konsepsi-konsepsi abstarak yang hidup didalam
alm fikiran bagian terbesar warga masyarakat tentang apa yang dianggap baik dan
apa yang dianggap buruk. Juga ada kaidah-kaidah yang mengatur kegiatan-kegiatan
manusia untuk mencapai cita-cita tersebut.
Masalah yang erat hubungannya dengan pengendalian sosial adalah conformity,
yaitu penyesuaian diri pada norma-norma dan nilai-nilai dalam suatu masyarakat.
Deviation, yaitu penyimpangan terhadap norma-norma dan nilai-nilai tesebut.
Conformity biasanya sangat kuat dalam masyarakat yang tradisional, hal yang
sama pada masyarakat di kota-kota seringkali dianggap sebaagai penghambat
kemajuan dan perkembangan. Secara lebih mendalam lagi, Robert K. Merton telah
menelaah soal conformity dan deviation dengan menciptakan diagram Merton.
Sistematika itu menggolong-golongkan tindakan-tindakan manusia, tujuannya,
serta cara-cara mencapai tujuan tersebut.
BAB 3
PENUTUP
3.1. Simpulan
Dari tinjauan pustaka diatas penulis menyimpulkan lembaga kemasyarakatan
merupakan terjemahan langsung dari istilah asing social-institution. Akan tetapi, hingga saat ini belum ada kata
sepakat mengenai istilah Indonesia yang dengan tepat menggambarkan isi social-institution tersebut.
3.2. Saran
Dengan dibuatnya makalah ini diharapkan dapat
menambah pengetahuan serta wawasan pembaca. Selanjutnya pembuat makalah
mengharapkan kritik dan saran pembaca demi kesempurnaan makalah ini untuk ke
depannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Soekanto, Soejono.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar